Makam raja-raja Mataram di Imogiri, Yogyakarta, punya sejarah panjang, dibangun semenjak abad Sultan Agung.
Ayo Jalan Terus ! - tirto.id - Kompleks makam raja-raja Mataram di Imogiri, Bantul, Yogyakarta, longsor akhir hujan yang mengguyur hampir sehari penuh pada Minggu (17/3/2019) lalu. Area pemakaman ini, termasuk raja-raja abad Kraton Yogyakarta dan Surakarta, punya sejarah panjang, dibangun semenjak masa Sultan Agung, pemimpin terbesar Kesultanan Mataram Islam.
Yang tergerus longsor ialah bab halaman calon makam Sultan Hamengkubuwana (HB) X, seluas sekitar 25 meter persegi. Selain itu, sisi barat bab dari situ juga terlihat retakan yang cukup lebar dan berpotensi runtuh. Kompleks pemakaman bersejarah ini memang rawan runtuh karena terletak di atas perbukitan.
Dijelaskan dalam buku Jejak Masa Lalu: Sejuta Warisan Budaya (2004) suntingan Arwan Tuti Artha dan Heddy Shri Ahimsa Putra, makam raja-raja Mataram di puncak bukit ini dibangun atas gagasan Sultan Agung (1613-1645). Bukit ini dinamakan Pajimatan Girirejo, terletak di Bantul, arah selatan Kota Yogyakarta, tak jauh dari pantai selatan.
Pembangunan kompleks makam raja-raja di Imogiri ini dimulai pada 1632, atau memasuki dekade kedua abad Sultan Agung. Pusat pemerintahan Kesultanan Mataram Islam kala itu berada di Kotagede, erat sentra Kota Yogyakarta sekarang.
Sebelum dibangunnya kompleks makam raja-raja di Imogiri, Sultan Agung bahwasanya sudah merencanakan area pemakaman khusus yang dinamakan Girilaya. Perancangnya ialah paman sultan yang berjulukan Panembahan Juminah, salah satu putra Sutawijaya alias Panembahan Senapati, pendiri Kesultanan Mataram Islam.
Namun, di tengah proses pembangunan makam itu, Panembahan Juminah wafat. Sultan Agung pun membatalkan planning penggunaan kompleks makam tersebut untuk raja-raja Mataram. Panembahan Juminah dikuburkan di Makam Girilaya sebagai bentuk penghormatan Sultan Agung kepada paman tercintanya tersebut.
Makam Raja dan Pengkhianat
Nindyasti Dilla Himaya lewat kajiannya bertajuk “Pengaruh Budaya Jawa-Hindu dalam Kompleks Makam Imogiri Yogyakarta” (2017) yang terangkum dalam Prosiding Seminar Heritage Ikatan Peneliti Lingkungan Binaan Indonesia (IPLBI), mengungkapkan, arsitek kompleks makam di Imogiri berjulukan Kyai Tumenggung Citrokusumo, orang kepercayaan Sultan Agung.
Kyai Tumenggung Citrokusumo merancang kompleks pemakaman tersebut dengan perpaduan unsur Jawa (Hindu) dan Islam, juga dibangun masjid di dalamnya. Hingga kini, bangunan masjid tersebut tetap terjaga dan sesuai dengan bentuk aslinya.
Area pemakaman ditempatkan di puncak bukit. Untuk mencapainya harus menaiki tingkat yang berjumlah 409 anak tangga dengan kemiringan 45 derajat dan lebar sekitar 4 meter. Menurut mitos setempat, barangsiapa dikala menaiki anak tangga itu sanggup menghitung jumlahnya dengan tepat, maka keinginannya akan terkabul.
Sebagaimana namanya, kompleks makam Imogiri memang diperuntukkan sebagai tempat peristirahatan terakhir bagi raja-raja Mataram Islam dan raja-raja turunannya, sampai terbelahnya Dinasti Mataram menjadi dua kerajaan yang masih eksis sampai dikala ini, yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta.
Area pemakaman ini, ibarat diuraikan dalam goresan pena Nindyasti Dilla Himaya, dibagi menjadi tiga wilayah utama, yaitu Astana Kasultan Agung, Wilayah Makam Raja-raja Surakarta, dan Wilayah Makam Raja-raja Yogyakarta.
Di tempat Astana Kasultan Agung terdapat makam Sultan Agung, Kanjeng Ratu Batang (istri Sultan Agung), Amangkurat II (pendiri Kasunanan Kartasura sesudah runtuhnya Mataram Islam), dan Amangkurat III (raja kedua Kasunanan Kartasura).
Sedangkan di wilayah makam raja-raja Surakarta dikebumikan Pakubuwana I (raja ketiga Kasunanan Kartasura) dan para penguasa Kasunanan Surakarta dari Susuhunan Pakubuwana II sampai Pakubuwana XII.
Terakhir ialah wilayah makam raja-raja Yogyakarta untuk sebagai tempat persemayaman terakhir para pemimpin Kasultanan Yogyakarta, dari Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwana I sampai Hamengkubuwana IX, kecuali Hamengkubuwana II yang dimakamkan di Kotagede, bekas ibukota Mataram Islam.
Di area pemakaman Imogiri juga terdapat lokasi penguburan sosok yang dianggap pengkhianat, yaitu Tumenggung Endranata. Terungkap dalam buku G. Moedjanto berjudul The Concept of Power in Javanese Culture (1986), Tumenggung Endranata ialah Bupati Demak yang sempat menjadi salah satu panglima perang andalan Sultan Agung, termasuk dalam upaya penyerangan ke markas VOC di Batavia pada 1628 dan 1629.
Beberapa sumber menyebut, Tumenggung Endranata telah membocorkan posisi basis tentara dan logistik pasukan Kesultanan Mataram Islam dikala penyerangan ke Batavia pada 1629. Seperti diketahui, upaya menyerang VOC yang dimotori Sultan Agung itu gagal total.
Di tempat Astana Kasultan Agung terdapat makam Sultan Agung, Kanjeng Ratu Batang (istri Sultan Agung), Amangkurat II (pendiri Kasunanan Kartasura sesudah runtuhnya Mataram Islam), dan Amangkurat III (raja kedua Kasunanan Kartasura).
Sedangkan di wilayah makam raja-raja Surakarta dikebumikan Pakubuwana I (raja ketiga Kasunanan Kartasura) dan para penguasa Kasunanan Surakarta dari Susuhunan Pakubuwana II sampai Pakubuwana XII.
Terakhir ialah wilayah makam raja-raja Yogyakarta untuk sebagai tempat persemayaman terakhir para pemimpin Kasultanan Yogyakarta, dari Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamengkubuwana I sampai Hamengkubuwana IX, kecuali Hamengkubuwana II yang dimakamkan di Kotagede, bekas ibukota Mataram Islam.
Di area pemakaman Imogiri juga terdapat lokasi penguburan sosok yang dianggap pengkhianat, yaitu Tumenggung Endranata. Terungkap dalam buku G. Moedjanto berjudul The Concept of Power in Javanese Culture (1986), Tumenggung Endranata ialah Bupati Demak yang sempat menjadi salah satu panglima perang andalan Sultan Agung, termasuk dalam upaya penyerangan ke markas VOC di Batavia pada 1628 dan 1629.
Beberapa sumber menyebut, Tumenggung Endranata telah membocorkan posisi basis tentara dan logistik pasukan Kesultanan Mataram Islam dikala penyerangan ke Batavia pada 1629. Seperti diketahui, upaya menyerang VOC yang dimotori Sultan Agung itu gagal total.
Pengkhianatan Tumenggung Endranata menciptakan Sultan Agung murka. Panglima perang Mataram itu pun diadili dan dijatuhi eksekusi mati. Tubuhnya dipenggal menjadi tiga bagian. Ketiga potongan badan ini kemudian ditanam di jalur anak tangga yang mengarah ke kompleks pemakaman raja-raja di Imogiri, sehingga jasad si pengkhianat terinjak-injak oleh orang yang sedang menaiki anak tangga tersebut.
Kompleks makam raja-raja di Imogiri dikala ini sudah berusia 387 tahun, dan terus dipergunakan sebagai tempat peristirahatan terakhir raja-raja turunan Mataram, yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
Kompleks makam raja-raja di Imogiri dikala ini sudah berusia 387 tahun, dan terus dipergunakan sebagai tempat peristirahatan terakhir raja-raja turunan Mataram, yakni Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.
(tirto.id - Sosial Budaya)
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Mufti Sholih
Penulis: Iswara N Raditya
Editor: Mufti Sholih
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui gosip menarik lainnya @Tahukah.Anda.News
![[Bertabur Hikmah] Selandia Gres Akan Siarkan Azan Di Tv & Radio Secara Serentak Ketika Jumatan](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYAiP2XB96DPPsTY8LWHIYCSHcxke0PaP0tLrtyDlT7FwOpDQPCyBuSg1F4lTHiAO0NDP-3DfkUS5HXmtTDcwoDfuDZ9adH5R3E5SXYtT5JTwnsnhK-CFsvBcVaMLuq2pMSHsT3pNdzQ45/s72-c/azan.jpg "[Bertabur Hikmah] Selandia Gres Akan Siarkan Azan Di Tv & Radio Secara Serentak Ketika Jumatan")
0 komentar