Ayo Jalan Terus ! - Cawapres Nomor Urut 01 Ma'ruf Amin menilai pemerintah dikala ini sudah cukup berhasil dalam menurunkan pengangguran. Dia sebut angka pengangguran dikala ini terendah selama 20 tahun terakhir.
"Mari kita bersyukur tingkat pengangguran kita sangat rendah, antara 5,70-5,13%, terendah selama 20 tahun," tuturnya di dalam debat Cawapres di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/1/2019).
"Mari kita bersyukur tingkat pengangguran kita sangat rendah, antara 5,70-5,13%, terendah selama 20 tahun," tuturnya di dalam debat Cawapres di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (17/1/2019).
Menurut penelusuran detikFinance, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat per Agustus 2018 angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34% atau setara 7,001 juta orang.
Sedangkan untuk jumlah masyarakat miskin Indonesia berdasarkan data Bank Dunia paling tinggi terjadi dikala 1999 yaitu mencapai 23,4% terhadap PDB. Setelah itu cenderung menurun hingga 16% terhadap PDB pada 2005.
Namun pada 2006 rasio jumlah masyarakat miskin Indonesia kembali naik menjadi 17,8% terhadap PDB. Setelah itu rasio jumlah masyarakat miskin Indonesia terus menurun.
Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Khairul Anwar berkata bahwa ini ialah penurunan yang signifikan selama pemerintahan Jokowi.
"Angkatan kerja BPS menyampaikan ada 133 jutaan, di mana 124 jutaan bekerja dan 7 juta menganggur, angka pengangguran itu 5,34% turun secara signifikan di kurun kita," jelasnya di kantornya, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Khairul menambahkan, penurunan ini merupakan yang terendah semenjak kurun reformasi atau sekitar 20 tahun yang lalu.
"Sejak reformasi angka itu merupakan angka yang paling rendah yang dicapai oleh pemerintah," terangnya.
Sekretaris Jenderal Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) Khairul Anwar berkata bahwa ini ialah penurunan yang signifikan selama pemerintahan Jokowi.
"Angkatan kerja BPS menyampaikan ada 133 jutaan, di mana 124 jutaan bekerja dan 7 juta menganggur, angka pengangguran itu 5,34% turun secara signifikan di kurun kita," jelasnya di kantornya, Jakarta, Jumat (28/12/2018).
Khairul menambahkan, penurunan ini merupakan yang terendah semenjak kurun reformasi atau sekitar 20 tahun yang lalu.
"Sejak reformasi angka itu merupakan angka yang paling rendah yang dicapai oleh pemerintah," terangnya.
Pengangguran dan Masalah Tenaga Kerja Asing
Oleh Effendi Ishak
Karena duduk kasus pokok ekonomi nasional dikala ini, ialah bagaimana meningkatkan dan menstabilkan pertumbuhan ekonomi dan aspek pemerataan hasil pembangunan ekonomi, ditengah ekonomi global yang melambat.
Salah satu indikator keberhasilan pembangunan ekonomi yang dijalankan pemerintah suatu negara, memang ditunjukkan oleh relasi antara implementasi kebijakan yang diterapkan dengan jumlah penduduk usia produktif yang masih menganggur di negara tersebut.
Pentingnya mencermati fakta perihal jumlah pengangguran bagi warga negara dikaitkan dengan realisasi kebijakan ekonomi yang sedang dan telah dijalankan oleh pemerintah suatu negara ; lantaran pada hakekatnya tujuan didirikannya sebuah negara, yaitu untuk kemuliaan dan sarana memperoleh keadilan hakiki bagi warga negaranya.
Socrates, seorang philosuf klasik dari Yunani, ia menyampaikan : " negara intinya memang didirikan sebagai suatu keharusan yang obyektif yang berlandaskan pekerti insan untuk realisasi keadilan bagi semua warga negara, lantaran itu keberadaan suatu negara keuntungannya bukan saja dinikmati oleh para penguasanya " ( Socrates, 469 SM - 399 SM).
Bahkan, muridnya Socrates, yaitu Aristoteles, yang juga Philosuf kawakan dari Yunani, menyampaikan :"negara didirikan dengan maksud untuk pencapaian kesempurnaan hidup warga negaranya yang berlandaskan keadilan" ( 384 SM - 322 SM).
Sampai kurun modern dikala ini, seorang akhli ekonomi pembangunan, Dudley Seers, dikala ia menjabat sebagai Direktur Institut Studi Pembangunan, Universitas Sussex, Inggris, menyampaikan ; "salah satu indikator hadir dan bekerjanya pemerintah suatu negara untuk rakyatnya, bila pembangunan ekonomi di negara tersebut mengakibatkan semakin rendahnya hingga dengan hilangnya jumlah penduduk usia produktif yang menganggur." ( Dudley Seers, University of Sussex, Inggris, 1972).
Pengangguran
Indonesia, sebagai negara terbesar keempat dalam jumlah populasi penduduknya, sesudah China, India dan USA; mempunyai duduk kasus krusial sangat serius dalam mengatasi kasus pengangguran yang telah mendera kehidupan warganya.
Menurut data, Badan Pusat Statistik, pada Agustus tahun 2015 yang lalu, jumlah penduduk usia produktif yang menganggur sebanyak 7.560.000 jiwa atau tujuh juta lima ratus enam puluh ribu jiwa, naik sebesar 320.000 jiwa dibanding periode Agustus tahun 2014; yang jumlah penduduk menganggur kurang lebih 7.240.000 jiwa atau tujuh juta dua ratus empat puluh ribu jiwa.
Sedangkan angkatan kerja per Agustus pada tahun 2014 ialah sebanyak 121.870.000 jiwa. Sedangkan angkatan kerja per Agustus 2015 sebanyak 122.380.000 jiwa, atau selama periode Agustus tahun 2014 hingga Agustus tahun 2015 terjadi kenaikan pengangguran pada usia produktif sebanyak 510.000 jiwa.
Sementara itu, pada tahun 2015, jumlah pengangguran terbuka sebanyak 6,18% dari total angkatan kerja tahun yang sama, atau lebih tinggi dari tahun 2014 yang hanya 5,94 % . Pada Agustus 2015, dari 114.800.000 angkatan kerja terdapat sebanyak 34.310.000 angkatan kerja yang bekerja tidak penuh, terdiri dari 9.740.000 jiwa yang dikatagorekan setengah pengangguran dan ada 24.570.000 bekerja paruh waktu.( BPS, 2016).
Melemahnya ekonomi global yang berdampak pada melemahnya ekonomi domestik, akan terlihat pada revisi pertumbuhan ekonomi pada APBN tahun 2016, yang dilakukan koreksi terhadap pertumbuhan ekonominya dan hal tersebut terlihat pada APBN hasil revisi atau APBNP tahun 2016, yang pertumbuhan ekonomi turun lebih rendah, menjadi 5 hingga 5,1 %.
Padahal kurun masa orde gres dulu, selalu saja pertumbuhan ekonomi per tahun rata rata antara 6 hingga dengan 7 persen. Ini artinya turunnya kemampuan ekonomi nasional untuk menyerap angkatan kerja yang tersedia, sehingga akumulasi jumlah pengangguran semakin tinggi.
Tenaga Kerja Asing.
Masalah krusial yang dialami dikala ini, apabila masuknya investasi atau pertolongan dana dari luar negeri, untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional ; seringkali diikuti dengan masuknya juga sejumlah tenaga kerja dari negara investor atau kreditur tersebut. Meskipun tenaga kerja abnormal itu, umumnya bekerja pada proyek proyek yang memakai dana investasi atau kredit dari negara mereka.
Contoh yang positif untuk kasus ini ; untuk investor maupun kreditur dari negara negara yang memang jumlah penduduknya sangat besar, ibarat Tiongkok. Sehingga terlihat relasi antara semakin besar dana yang dibawa oleh negara investor atau kreditur kedalam negeri Indonesia, semakin besar jumlah tenaga kerja yang dibawa oleh negara tersebut.
Dalam konteks ini, bahwasanya bisa dipahami bahwa negara investor atau kreditur selalu berusaha memperjuangkan kepentingan nasional negara mereka, selain laba hemat jangka menengah dan panjang atas dana yang mereka tanamkan di Indonesia.
Persoalan menjadi semakin kompleks kalau tenaga kerja yang dibawa oleh negara investor atau kreditur ialah tenaga kerja berangasan atau non skill yang di Indonesia sendiri sangat banyak.
Persoalan tenaga kerja abnormal ini, memang tersebar di seluruh Indonesia, terutama di tempat daerah dimana terdapat proyek proyek yang memakai dana pertolongan dari negara asal tenaga kerja abnormal tersebut.
Sebagai contoh, di Propinsi Banten, pada simpulan tahun 2015 hingga tahun 2016, terdapat tenaga kerja abnormal sebanyak 25.000 jiwa, padahal penduduk pribumi sendiri yang menganggur sebesar 480.000 jiwa. Kenaikan jumlah tenaga kerja abnormal di Propinsi Banten sangat progresif.
Kalau tahun 2015 pada bulan Agustus, hanya sekitar 10.000 jiwa, kini tahun 2016, sudah mencapai 25.000 jiwa. Jumlah terbesar pertama ialah dari Tiongkok, kemudian yang kedua Korea Selatan, disusul Taiwan, USA danJepang. Sedangkan negara negara lainnya dalam jumlah relatif yang kecil.( Disnakertransduk, Banten, 2016)
Di beberapa tempat lain, ibarat Sukabumi, Jawa Barat, tenaga kerja abnormal banyak yang bekerja di Industri garmen dan sepatu, yang hingga tahun 2015, total tenaga kerja abnormal sekitar 346 orang dan didominasi oleh tenaga kerja dari Tiongkok.( Disnakertrans, Sukabumi, 2016). Contoh pola lain di tempat daerah lain akan semakin banyak, bila dilaporkan semuanya secara per daerah.
Masuknya tenaga kerja abnormal di Indonesia, khususnya tenaga kerja berangasan atau non skill, memang menjadi duduk kasus tersendiri bagi tenaga kerja Indonesia ; alasannya ialah mengakibatkan semakin rendahnya daya serap pasar tenaga kerja untuk tenaga berangasan atau non skill yang bahwasanya jumlah tenaga kerja warga negara Indonesia sendiri cukup besar tersedia.
Belum lagi, fasilitas berupa tidak adanya keharusan untuk menguasai bahasa Indonesia bagi pekerja abnormal yang masuk Indonesia. Sementara, tenaga kerja non skill dari abnormal tersebut dibawa dari negara investor atau kreditur yang proyek proyeknya lagi eksisting di Indonesia, khususnya tenaga kerja dari Tiongkok yang memang banyak proyek di Indonesia yang didanai atas pertolongan atau investasi dari negara mereka.
Masuknya tenaga kerja asing, khususnya tenaga kerja non skill, ibarat yang dibawa dari negara Tiongkok, memang perlu dicarikan solusi dan regulasinya , alasannya ialah rakyat Indonesia sendiri, sebagai warga negara Indonesia, masih banyak yang menganggur.(*)
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News
0 komentar