Fakta Seputar Kontroversi Ajakan Dukung Jokowi di Acara Polri
TEMPO.CO, Jakarta - Kampanye Millenial Road Safety Festival (MRSF) yang digelar Polisi Republik Indonesia di Jawa Timur pada Ahad, 17 Maret 2019, menuai kontroversi. Acara yang semula digelar untuk mengurangi korban kemudian lintas ini, diduga disisipi acara politik.
Namun, Polisi Republik Indonesia membantah kegiatan itu politis. “Tidak ada kaitannya dengan pemilu. Memang tidak boleh? Ada yang melarang? Jangan semua ini dikait-kaitkan. Ini momentum saja. Jangan asumsi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Maret 2019.
Bagaimana mulanya program tersebut dinilai politis? Tempo merangkum beberapa fakta seputar program tersebut:
Ada Lagu Jokowi Wae
Sekelompok akseptor memutar lagu berjudul Jokowi wae (Jokowi saja) dalam program yang digelar di jembatan Suramadu itu. "Jokowi Wae mas, Jokowi wae, ojok liyane, ojok liyane Jokowi Wae (Jokowi saja, jangan yang lain)," begitu suara dari lagu yang diputar akseptor MRSF 2019.
Dedi Prasetyo mengatakan, pemutaran lagu tersebut bukan disengaja. Melainkan alasannya spontanitas massa semata. “Spontanitas niscaya akan terjadi, ini teori psikologi massa. Ketika terjadi kumpulan massa, tak ada yang sanggup dikendalikan,” ujar Dedi.
Ada Poster Jokowi
Dalam beberapa program MRSF, diketahui terpampang poster Jokowi. Namun, lagi-lagi, Polisi Republik Indonesia membantah bahwa poster tersebut merupakan atribut mengampanyekan Jokowi sebagai calon presiden inkumben. Dedi mengklaim, semenjak awal jajaran Polisi Republik Indonesia sudah memberikan bahwa program tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu.
“Oleh alasannya itu, para peserta, pengunjung dilarang gunakan atribut dan teriakan mendukung pasangan, tidak boleh," kata Dedi.
Ihwal poster Jokowi tersebut, Dedi menjawab hanya sekedar untuk memberitahu bawah umur milineal wacana cara berlalu-lintas. “Itu kan foto-foto milenial. Kalau naik motor yang benar harus pakai helm dan perhatikan kelengkapan keselamatan. Ingat 2030 kita terima bonus demografi menuju Indonesia emas.”
Menuai Kontroversi ketika Digelar di Beberapa Daerah
Acara ini tidak hanya digelar di Jawa Timur, melainkan di beberapa kawasan di Indonesia. Dan tidak sekali menuai kontroversi. Pada ketika program MRSF digelar Lapangan Renon, Denpasar, 17 Februari lalu, Gubernur Bali I Wayan Koster berkampanye mengajak massa yang tiba untuk mendukung Jokowi. Ajakan itu juga menuai protes.
Kontroversi serupa terjadi dalam program MRSF yang digelar Polda Sumatera Selatan pada 9 Maret lalu. Saat itu, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana, bahkan tiba pribadi ke program yang dipusatkan di Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Massa sontak melaksanakan hal-hal yang sanggup menimbulkan tafsir politis. Bukan hanya berbentuk dukungan, bahkan, ada yang mengacungkan dua jari (salam pasangan Prabowo) di depan Jokowi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian ketika ini tengah mempertimbangkan untuk menunda sejumlah program Millenial Road Safety Festifal (MRSF) 2019 yang masih akan digelar di sejumlah kota dan provinsi, alasannya sudah beberapa kali program nonpolitik ini dinilai terlalu politis.
Kegiatan Disisipi Politik, Kompolnas Ingatkan Netralitas Polri
Jakarta - Anggota Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto mengingatkan kembali kewajiban Polisi Republik Indonesia untuk menjaga netralitasnya dalam politik. Sikap ini dinilai perlu dilakukan di tengah pesta demokrasi nasional ketika ini.
"Dalam masa kampanye ini Polisi Republik Indonesia selalu disorot oleh masyarakat. Polisi Republik Indonesia harus netral," kata Bekto ketika dihubungi Tempo, Selasa, 19 Maret 2019.
Netralitas Polisi Republik Indonesia sempat dipertanyakan ketika menggelar Kampanye Millenial Road Safety Festifal (MRSF) yang digelar Polisi Republik Indonesia di Jawa Timur pada Ahad, 17 Maret 2019. Acara itu diduga disisipi acara politik ketika sekelompok akseptor memutar lagu berjudul Jokowi Wae.
Di 2019 ini, nampak Polisi Republik Indonesia semakin rajin menggelar program dan mengumpulkan massa. Selain kampanye Millenial Road Safety Festifal (MRSF) 2019, ada juga deklarasi Milenial Anti Narkoba (MAN), dan Millenial Anti Hoax.
Bekto menyampaikan tak terlalu mengikuti kegiatan Polisi Republik Indonesia ini. Namun ia mengingatkan setiap tindakan anggota Polisi Republik Indonesia harus sanggup dipertanggungjawabkan.
"Kalau pelanggaran pidana diproses pidana, pelanggaran arahan etik profesi diproses sidang arahan etik profesi, dan kalau pelanggaran disiplin sanggup diproses melalui sidang disiplin Polri," kata Bekto. Meski begitu Bekto menyampaikan laporan kepada pengawas internal sebaiknya dilengkapi dengan bukti yang ada.
Mabes Polisi Republik Indonesia telah menegaskan bahwa Polisi Republik Indonesia netral dalam setiap program yang digelar. Meski begitu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo tak menampik kalau ada spontanitas agresi massa berbau politik.
"Spontanitas niscaya akan terjadi, ini teori psikologi massa. Ketika terjadi kumpulan massa, tak ada yang sanggup dikendalikan. Tetapi dari awal kami sampaikan lembaga ini tidak ada kaitannya dengan pemilu," kata Dedi.
TEMPO.CO, Jakarta - Kampanye Millenial Road Safety Festival (MRSF) yang digelar Polisi Republik Indonesia di Jawa Timur pada Ahad, 17 Maret 2019, menuai kontroversi. Acara yang semula digelar untuk mengurangi korban kemudian lintas ini, diduga disisipi acara politik.
Namun, Polisi Republik Indonesia membantah kegiatan itu politis. “Tidak ada kaitannya dengan pemilu. Memang tidak boleh? Ada yang melarang? Jangan semua ini dikait-kaitkan. Ini momentum saja. Jangan asumsi,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, pada Senin, 18 Maret 2019.
Bagaimana mulanya program tersebut dinilai politis? Tempo merangkum beberapa fakta seputar program tersebut:
Ada Lagu Jokowi Wae
Sekelompok akseptor memutar lagu berjudul Jokowi wae (Jokowi saja) dalam program yang digelar di jembatan Suramadu itu. "Jokowi Wae mas, Jokowi wae, ojok liyane, ojok liyane Jokowi Wae (Jokowi saja, jangan yang lain)," begitu suara dari lagu yang diputar akseptor MRSF 2019.
Dedi Prasetyo mengatakan, pemutaran lagu tersebut bukan disengaja. Melainkan alasannya spontanitas massa semata. “Spontanitas niscaya akan terjadi, ini teori psikologi massa. Ketika terjadi kumpulan massa, tak ada yang sanggup dikendalikan,” ujar Dedi.
Ada Poster Jokowi
Dalam beberapa program MRSF, diketahui terpampang poster Jokowi. Namun, lagi-lagi, Polisi Republik Indonesia membantah bahwa poster tersebut merupakan atribut mengampanyekan Jokowi sebagai calon presiden inkumben. Dedi mengklaim, semenjak awal jajaran Polisi Republik Indonesia sudah memberikan bahwa program tersebut tidak ada kaitannya dengan pemilu.
“Oleh alasannya itu, para peserta, pengunjung dilarang gunakan atribut dan teriakan mendukung pasangan, tidak boleh," kata Dedi.
Ihwal poster Jokowi tersebut, Dedi menjawab hanya sekedar untuk memberitahu bawah umur milineal wacana cara berlalu-lintas. “Itu kan foto-foto milenial. Kalau naik motor yang benar harus pakai helm dan perhatikan kelengkapan keselamatan. Ingat 2030 kita terima bonus demografi menuju Indonesia emas.”
Menuai Kontroversi ketika Digelar di Beberapa Daerah
Acara ini tidak hanya digelar di Jawa Timur, melainkan di beberapa kawasan di Indonesia. Dan tidak sekali menuai kontroversi. Pada ketika program MRSF digelar Lapangan Renon, Denpasar, 17 Februari lalu, Gubernur Bali I Wayan Koster berkampanye mengajak massa yang tiba untuk mendukung Jokowi. Ajakan itu juga menuai protes.
Kontroversi serupa terjadi dalam program MRSF yang digelar Polda Sumatera Selatan pada 9 Maret lalu. Saat itu, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Negara Iriana, bahkan tiba pribadi ke program yang dipusatkan di Benteng Kuto Besak dan Jembatan Ampera. Massa sontak melaksanakan hal-hal yang sanggup menimbulkan tafsir politis. Bukan hanya berbentuk dukungan, bahkan, ada yang mengacungkan dua jari (salam pasangan Prabowo) di depan Jokowi.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian ketika ini tengah mempertimbangkan untuk menunda sejumlah program Millenial Road Safety Festifal (MRSF) 2019 yang masih akan digelar di sejumlah kota dan provinsi, alasannya sudah beberapa kali program nonpolitik ini dinilai terlalu politis.
Kegiatan Disisipi Politik, Kompolnas Ingatkan Netralitas Polri
Jakarta - Anggota Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Bekto Suprapto mengingatkan kembali kewajiban Polisi Republik Indonesia untuk menjaga netralitasnya dalam politik. Sikap ini dinilai perlu dilakukan di tengah pesta demokrasi nasional ketika ini.
"Dalam masa kampanye ini Polisi Republik Indonesia selalu disorot oleh masyarakat. Polisi Republik Indonesia harus netral," kata Bekto ketika dihubungi Tempo, Selasa, 19 Maret 2019.
Netralitas Polisi Republik Indonesia sempat dipertanyakan ketika menggelar Kampanye Millenial Road Safety Festifal (MRSF) yang digelar Polisi Republik Indonesia di Jawa Timur pada Ahad, 17 Maret 2019. Acara itu diduga disisipi acara politik ketika sekelompok akseptor memutar lagu berjudul Jokowi Wae.
Di 2019 ini, nampak Polisi Republik Indonesia semakin rajin menggelar program dan mengumpulkan massa. Selain kampanye Millenial Road Safety Festifal (MRSF) 2019, ada juga deklarasi Milenial Anti Narkoba (MAN), dan Millenial Anti Hoax.
Bekto menyampaikan tak terlalu mengikuti kegiatan Polisi Republik Indonesia ini. Namun ia mengingatkan setiap tindakan anggota Polisi Republik Indonesia harus sanggup dipertanggungjawabkan.
"Kalau pelanggaran pidana diproses pidana, pelanggaran arahan etik profesi diproses sidang arahan etik profesi, dan kalau pelanggaran disiplin sanggup diproses melalui sidang disiplin Polri," kata Bekto. Meski begitu Bekto menyampaikan laporan kepada pengawas internal sebaiknya dilengkapi dengan bukti yang ada.
Mabes Polisi Republik Indonesia telah menegaskan bahwa Polisi Republik Indonesia netral dalam setiap program yang digelar. Meski begitu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polisi Republik Indonesia Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo tak menampik kalau ada spontanitas agresi massa berbau politik.
"Spontanitas niscaya akan terjadi, ini teori psikologi massa. Ketika terjadi kumpulan massa, tak ada yang sanggup dikendalikan. Tetapi dari awal kami sampaikan lembaga ini tidak ada kaitannya dengan pemilu," kata Dedi.
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News
0 komentar