Ekonom UI: Ma'ruf Mirip Khotbah Jum'at, Sandi Memenangkan Debat
Debat calon wakil presiden yang membahas perihal pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, dan sosial dan budaya selesai digelar tadi malam, Minggu (17/3/2019).
Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menyampaikan debat kali ini berbeda dengan dua yang sebelumnya.
Jika kedua debat sebelumnya, semua yang disampaikan masih bersifat abstrak, kali ini sudah ia nilai cukup eksploratif, meski ada beberapa hal yang masih perlu dijabarkan lagi secara detail.
Penilaian tersebut secara khusus ia berikan terhadap Calon Wapres Sandiaga Uno. Ia memandang, Sandi memenangkan debat ketiga ini. Pasalnya, Sandiaga lebih banyak menekankan kegiatan eksploratif. Program-program yang diusung Sandiaga disebutnya berdasar atas kondisi yang memang berlangsung di lapangan.
Contohnya, soal data 13 persen anggota keluarga Indonesia yang tak berpenghasilan (unpaid family workers) dan 60 persen pengangguran merupakan berpendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) serta politeknik. Data sesuai dengan Bank Dunia.
Sandi menyampaikan bila terpilih dalam Pemilihan Presiden 2019, ia akan mengatasi duduk masalah tersebut. Solusi yang ia tawarkan, membawa gerakan wirausaha OK OCE yang telah dijalankannya di Jakarta ke skala nasional.
Penyampaian tersebut berbeda dengan Ma'ruf. Dalam debat tersebut, pasangan Jokowi hanya bermain normatif; mengangkat upaya yang memang sudah dijalankan Jokowi. Salah satunya ialah planning kegiatan menghubungkan vokasi dengan industri, atau biasa disebut link and match.
Menurut Fithra, solusi link and match yang ditawarkan Ma'ruf cukup kuno karena tak ada klarifikasi terperinci mengenai konsep tersebut ke depannya.
"Saya beropini Sandiaga lebih unggul kali ini. Ia sepertinya tahu teknis, lebih banyak duduk masalah yang diungkapkan, dan tentu lebih eksploratif di mana solusi yang ia tawarkan lebih ke arah case study. Sementara solusi yang ditawarkan Ma'ruf cukup hanya deskriptif perihal hal-hal yang sudah dilakukan dikala ini," terperinci Fithra kepada CNNIndonesia.com, Minggu (17/3).
Contoh lain kata Fithra, respons Ma'ruf mengenai jaminan kesehatan. Ma'ruf kerap bicara mengenai Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang sudah baik sebab penerima kegiatan tersebut sudah 215 juta jiwa. Dari jumlah penerima tersebut, 96,8 juta di antaranya biayanya ditanggung negara.
Hanya saja, klarifikasi terperinci tersebut tidak cukup memuaskan. Pasalnya, banyaknya cakupan masyarakat yang ikut dalam kegiatan tersebut akan sia-sia bila pelayanan buruk.
Hal tersebut berbeda dengan yang disampaikan Sandi. Pasangan Prabowo Subianto tersebut ia sebut lebih kongkret dalam memperlihatkan kegiatan perbaikan layanan kesehatan dengan menyampaikan bahwa kualitas kesehatan harus menjadi nomor wahid. Bahkan, Sandiaga juga menyampaikan akan merampungkan duduk masalah keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam 200 hari pertama biar pelayanan kesehatan dan dokter membaik.
Menurut Fithra, penyelesaian duduk masalah dalam 200 hari pertama sangat dimungkinkan. "Sekarang defisit BPJS Kesehatan terakhir sesuai audit BPKP ialah Rp10 triliun, ini kan hanya berapa persen dari APBN saja sebetulnya. Makara kalau hanya merampungkan defisit saja, harusnya dapat dalam 200 hari. Tapi kan lalu harus terpikir, pengelolaan BPJS Kesehatan secara berkelanjutan ke depan ini harus ibarat apa," terang dia.
Fithra melanjutkan, sebetulnya Ma'ruf dapat lebih baik dalam debat dikala Sandi mengkritik kebijakan pemerintah soal keberadaan tenaga kerja asing. Ia dapat 'menangkis' serangan Sandiaga dengan data data Tenaga Kerja Asing (TKA) yang sebenarnya.
Namun, hujan data kali ini dianggapnya tidak deras ibarat debat capres sebulan sebelumnya. Ada kemungkinan kedua cawapres enggan mengeluarkan banyak data sebab takut kesalahan penyajian data sebagaimana terjadi pada debat sebelumnya, terjadi lagi.
Fithra menyampaikan Sandiaga juga menang lawan Ma'ruf dalam debat soal kartu yang dipakai untuk menyalurkan pinjaman ke masyarakat. Sandi berencana untuk memakai e-KTP untuk menyalurkan pinjaman sosial.
Langkah tersebut ia sebut langkah maju ketimbang penerbitan tiga hingga empat kartu yang ingin dijalankan Ma'ruf. Sebab, di negara maju, pemberian pinjaman sosial memang dilakukan hanya dengan satu nomor identitas tunggal (Single Identification Number).
Sumber: CNNIndonesia
Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya @Tahukah.Anda.News
0 komentar