Berbekal Nekat, Tukang Sampah Di Malang Ini Maju Nyaleg Alasannya Ialah Prihatin Korupsi Massal

  Ayo  Jalan Terus !  -  Seorang tukang sampah di Kota Malang menetapkan maju sebagai caleg untuk DPRD Kota Malang. Tukang sampah berjulukan Dwi Hariyadi itu mencalonkan diri biar sanggup unjuk bunyi di dewan legislatif untuk memperbaiki kesejahteraan para tukang sampah.




"Saya ingin bagaimana nanti kesejahteraan tukang sampah benar-benar diperhatikan. Selama ini hanya begitu saja, meski kiprah mereka cukup besar dalam mengambil sampah-sampah dari rumah-rumah warga untuk dibawa ke TPA," kata Dwi ditemui detikcom di kediamannya, Jalan Danau Rawa Pening, Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Senin (18/3/2019).

Dwi menjadi tukang sampah semenjak 23 tahun lalu. Ia ditugaskan untuk wilayah RW 14 Keluraha Madyopuro. Sejak pagi buta, laki-laki 46 tahun itu berangkat menarik gerobak sampah mengelilingi setiap sudut pemukiman.

Sampah-sampah yang diambil selanjutnya dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), belakang Pasar Madyopuro yang jaraknya tidak mengecewakan jauh. "Di RW 14 ada sebanyak 350 KK, saya sudah 23 tahun menjadi tukang sampah di sini," imbuh bapak tiga anak itu.
Dwi kemudian bercerita bagaimana awal mula dirinya menetapkan untuk menjadi caleg. Sebenarnya, ide tersebut sudah muncul semenjak 2014. Namun, niat itu tidak sanggup diwujudkan sebab ia tidak pernah aktif berpolitik. 


Seorang tukang sampah di Kota Malang menetapkan maju sebagai caleg untuk DPRD Kota Malang Berbekal Nekat, Tukang Sampah di Malang Ini Maju Nyaleg sebab Prihatin Korupsi MassalTukang sampah Dwi Hariyadi yang jadi caleg di Malang Foto: Muhammad Aminudin

"Sebenarnya niat untuk nyaleg sudah ada pada 2014 lalu. Tapi saya tak ada kendaraan (partai politik). Kaprikornus ya berlalu begitu saja," tambahnya.

Sedangkan jelang Pileg 2019, Dwi aktif di acara kelurahan dan bertemu dengan pengurus partai politik. Ia kemudian mendapat anjuran untuk menjadi caleg.

"Katanya waktu itu, ada satu caleg yang batal mendaftar, dan saya diminta untuk mengganti, jikalau memang tetap ingin menjadi wakil rakyat. Dan saya diminta mengurus semua persyaratan berkas untuk mendaftar," bebernya.

Dwi yang mengaku buta politik kemudian nekat menyerahkan berkas pencalonannya. Ternyata niat Dwi berjalan mulus. Ia ditetapkan sebagai caleg nomor 9 dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) untuk kawasan pemilihan 3. Yakni di Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.

Untuk menjadi anggota DPRD Kota Malang, Dwi harus mengalahkan puluhan caleg lainnya. Bahkan dari PKS saja ia harus bersaing dengan 8 caleg lainnya.
(sun/bdh)



Dwi Haryadi,Tukang sampah yang Kaprikornus Caleg PKS



Perjuangan utk mengabdi kepada Masyarakat itu tidak mengenal profesi sebagai apapun, Dwi Haryadi seorang Pemungut Sampah, Caleg PKS No.9 dengan usaha dari NOL siap maju utk menjadi Anggota DPRD Kota Malang 2019-2024

Tukang Sampah di Kota Malang Kaprikornus Caleg sebab Prihatin Korupsi Massal





 Kasus korupsi massal yang melibatkan 41 anggota DPRD Kota Malang beberapa waktu kemudian mengilhami tukang sampah, Dwi Hariyadi, terjun ke dunia politik. Dia maju sebagai calon anggota DPRD Kota Malang pada 17 April mendatang.

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Malang, warga Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang ini maju sebagai caleg dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dwi berada di nomor urut 8, di kawasan pemilihan (Dapil) 3, wilayah Kecamatan Kedungkandang.

Dwi mengaku, tertantang maju sebagai calon anggota legislatif karena prihatin dengan masalah korupsi 41 anggota DPRD Kota Malang beberapa waktu lalu. Dwi ingin memberi teladan bahwa orang kecil ibarat dirinya sanggup berbuat lebih baik daripada 41 wakil rakyat yang dipenjara gara-gara korupsi.

“Saya prihatin melihat kondisi DPRD Kota Malang. Bayangkan 41 anggota ditangkap KPK akhir korupsi. Imbasnya, masyarakat menjadi apatis. Karena itu saya maju dengan niat memperbaiki semua kondisi itu,” kata laki-laki yang sudah 23 tahun ini menjadi tukang pungut sampah.

Dwi mengaku sudah lebih dari empat kali ditawari sejumlah partai politik (parpol) untuk maju. Namun, ia terus menolak. Alasannya, selain sebab hanya lulusan sekolah dasar (SD), ia juga tidak punya modal layaknya caleg lainnya.

“Tetapi, sebab dorongan banyak pihak, saya jadinya putuskan untuk maju,” katanya.

Benar juga, Dwi pun memakai taktik kampanye berbeda dengan caleg kebanyakan. Dwi tidak mencetak banyak banner atau baliho dengan biaya mahal, tetapi dengan kartu nama. Itu pun disebarkan kepada para tetangga yang ia kenal.

Caranya, setiap kali memungut sampah, Dwi akan mengetuk pintu rumah warga, dan membagikan kartu namanya. “Saya pede saja. Tidak minder. Saya akan berusaha biar tidak disepelekan. Bismillah,” katanya.



Sempat Menolak, Tukang Sampah di Malang Maju Caleg PKS Demi Perbaiki Citra DPRD


Cuaca kota Malang mendung disertai hujan gerimis tiada henti semenjak dini hari. Namun tidak menyurutkan Dwi Hariyadi (47) menjalankan tugasnya sebagai tukang sampah di Lingkungan RW 14 Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang


Hari itu, Dwi mengaku sedikit kesiangan karena semalam begadang di program selamatan 100 hari di rumah salah satu saudaranya. Tetapi tugasnya mengambil sampah ke rumah-rumah warga tetap harus dijalankan.
Sahari saja tugasnya ditunda, sampah akan menumpuk dan membuatnya bekerja dua kali lipat lebih berat di hari berikutnya. Karenanya, tanpa penyebab yang bersifat darurat, Dwi tidak akan meninggalkan tugasnya sebagai petugas sampah di 300 Kepala Keluarga (KK) di lingkungannya.
"Saya tak ambil gerobak dulu di Balai RW pakai sepeda motor, bersahabat sini saja kok," kata Dwi Hariyadi kepada merdeka.com di rumahnya, Jalan Danau Rawa Pening H5F-7 RT 02 RW 14 Kelurahan Madyopura, Kota Malang.
Selain sebagai petugas sampah, Dwi Hariyadi ialah seorang calon legislatif (Caleg) DPRD Kota Malang. Ia maju dari Partai Keadilan Sejahtera ( PKS) dan mendapat nomor urut 9 di Daerah Pemilihan (Dapil) Kedungkandang, Kota Malang.
Dwi sendiri mengaku maju sebagai caleg bukan dari jalur kader PKS, tetapi kebetulan mengenal pengurus partai tersebut. Ia sendiri tidak pernah tahu alasan dipilih dan diterima menjadi salah satu caleg partai nomor urut 8 itu.
Jauh sebelum ekspresi dominan penjaringan, Dwi mengaku sudah ditawari tetapi selalu ditolaknya. Saat itu banyak pertimbangan yang membuatnya enggan ikut dalam kontestasi.
"Jangan saya lah, kondisinya kan ibarat ini. Caleg kan membutuhkan dana ratusan juta, dengarnya Rp 150 juta saja itu nggak ada apa-apanya. Jangankan segitu, Rp 5 juta saja ke mana saya carinya. Beberapa kali saya menolaknya," kisahnya.
Dwi juga berpikiran ihwal calon pemilihnya kalau benar-benar maju sebagai caleg. Walaupun banyak dikenal luas di masyarakat, tetapi belum tentu menjadi pemilihnya.
"Percuma saja, siapa yang akan menentukan saya nanti," katanya.
Dwi sendiri selain sebagai tukang sampah yang menjadi pekerjaan sehari-harinya, juga menjadi komandan peleton (Danton) Hansip di Kelurahan. Tugas Dwi salah satunya juga mengantarkan surat-surat kelurahan, sehingga hampir seluruh warga mengenalkannya.
Pria kelahiran Paiton, Probolinggo, 6 Januari 1973 itu awalnya juga berpikir bahwa jabatan politik sebagai anggota DPRD sangat berat. Selain itu juga sebagai 'jabatan kotor' dengan bukti 41 anggota DPRD Kota Malang ditangkap sebab mengambil uang rakyat atau korupsi.
"DPR itu kan kotor, kerjanya gitu-gitu," tegasnya.
Hingga registrasi pencalegkan oleh KPU ditutup, Dwi positif tidak mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (Caleg). Tetapi kemudian ditawari kembali, karena satu caleg tidak melengkapi persyaratan. Ganjalan Dwi ihwal biaya dan praktik-praktik kotor di DPRD disampaikan kepada PKS selaku pengusungnya.
"Pertama dana, katanya nggak usah dipikirkan. dewan perwakilan rakyat kan kotor, kira-kira sanggup nggak higienis awal hingga final jabatan. Katanya, ya memang itu yang diinginkan dan diperlukan partai. Kalau begitu bisa, saya siap," ceritanya.
"Asalkan higienis jalannya, saya juga dananya ibarat ini. Cuma memiliki impian saja. Ingin menawarkan pada masyarakat bukan ibarat itu. Saya akan buktikan kalau dipercaya, akan betul-betul mengabdi. Itu muncul dari hati saya," urainya.
Dwi pernah kuliah jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dari sebuah universitas swasta di kota Malang dan sempat menjadi guru bahasa Inggris di Sekolah Menengan Atas Wisnuwardana. Ia juga pernah menjadi guru di SD Madyopuro 5 selama 3 tahun.

"Sekarang saya juga mengajar di SD Saptorenggo 3 dari tahun 2001 hingga sekarang," katanya.
Dwi lulus Sekolah Menengan Atas tahun 1990 dan sempat mengadu nasib ke Jakarta, sebelum kemudian ke Malang. Ia menjadi tukang sampah semenjak kuliah semester 2, tahun 1996. Awalnya ibarat mahasiswa biasa, kuliah sambil mondok.
Tetapi hingga semester 2 kehabisan biaya, antara pulang atau melanjutkan kuliah. Pernah ikut kerja dengan teman jualan kerajinan.
"Suatu saat ditawari narik sampah tahun 1996 oleh RT di sini yang kebetulan dosen. Bayarannya Rp 50 ribu, saya pun mau hingga sekarang," katanya. [lia]

Terima Kasih sudah membaca, Jika artikel ini bermanfaat, Yuk bagikan ke orang terdekatmu. Sekaligus LIKE fanspage kami juga untuk mengetahui informasi menarik lainnya  @Tahukah.Anda.News

republished by Ayo Jalan Terus! -  Suarakan Fakta dan Kebenaran ! 




Sumber https://ayojalanterus.blogspot.com

0 komentar